Responsive Ads Here

Friday, August 01, 2014

ABDUL QODIR AL JAILANI

         Beliau adalah seorang teolog, ulama yang ahli di bidang usul fiqh dalam madzhab Hambali, seorang sufi besar di zamannya, dan pendiri tarekat Qadriyah. Nama lengkapnya adalah Muhiddin Abu Muhammad Abdul Qodir bin Abi Shalih Zangi Dost Al-Jailani. Menurut garis keturunan ini, ia termasuk cucu Nabi Muhammad Saw. Beliau lahir pada tahun 470 H/ 1077 M, dan wafat di Baghdad tahun 561 H/ 1166 M.
         Abdul Qodir Al Jailani lahir dan dididik dalam lingkungan keluarga sufi. Sejak kecil beliau telah tampak berbeda dari anak-anak lainnya. Ia tidak suka bermain bersama anak-anak lain. sejak usia dini, ia terus mematangkan kekuatan batin yang dimiliki. Ia mulai belajar mengaji sejak usia sepuluh tahun.
         Pada usia delapan belas tahun, ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu tentang fiqh madzhab Hambali dari Abu Sa’d Mubarak al Mukharrimi. Mulai tahun  521 H/ 1127 M, Abdul Qodir Al Jailani mengajar dan berfatwa dalam madzhab tersebut kepada masyarakat luas sampai akhir hidupnya. Untuk itu, ia juga mendapat restu dari seorang sufi besar, Yusuf al-Hamadani. Pada 528 H, didirikan sebuah madrasah dan ribath di Baghdad untuk Abdul Qodir Al Jailani. Tempat tersebut dijadikan sebagai tempat tinggal bersama keluarganya sekaligus tempat mengajar murid-muridnya.
     Abdul Qodir Al Jailani meninggalkan beberapa karya tulis yang berisikan ajaran agama, terutama tasawuf. Karyanya itu antara lain Al-Gunya li Thalibi Tariwil Haq (Bekal yang Cukup bagi Pencari jalan yang Benar) yang terbit di Kairo pada tahun 1288; Al-Fathur Rabbani (Pembuka Ketuhanan); atau Sittin Majalis (Enam Puluh Majelis), yang berisikan 62 khotbah yang disampaikannya antara tahun 1150-1152 M, terbit di Kairo pada 1302. Selain itu ada juga Futuh al-Gaib (Terbukanya Hal-Hal Ghoib), yang berisikan 78 khotbah.
          Abdul Qodir Al Jailani adalah seorang tokoh yang keras berpegang teguh pada kebenaran dan prinsip perjuangannya. Ia tidak segan – segan member nasihat kepada penguasa, bahkan kepada khalifah. Beliau menyeru kepada murid-muridnya untuk bekerja keras dalam kehidupan. Tarekat tidak berarti membelakangi kehidupan. Ia berkata, “Sembahlah olehmu Allah Azza wa Jalla. Mintalah pertolongan agar diberikan kerja yang halal untuk memperkuat ibadah kepada-Nya.”

         Abu Hasan an-Nadwi, seorang ahli sejarah, mengatakan sebagai berikut, “Abdul Qodir Al Jailani telah menyaksikan sesuatu yang telah menimpa umat Islam pada masanya. Mereka hidup terpecah belah dan saling bermusuhan. Cinta dunia telah mendominasi mereka. Manusia sudah berpaling pada materi, jabatan, dan kekuasaan. Abdul Qodir Al Jailani hidup di tengah – tengah mereka dan menghadapinya dengan memberikan nasihat, bimbingan, dakwah dan pendidikan untuk memperbaiki jiwa kaum muslimin dan membersihkannya.” 

No comments:

Post a Comment