Beliau adalah seorang teolog, ulama yang ahli di bidang usul
fiqh dalam madzhab Hambali, seorang sufi besar di zamannya, dan pendiri tarekat
Qadriyah. Nama lengkapnya adalah Muhiddin Abu Muhammad Abdul Qodir bin Abi
Shalih Zangi Dost Al-Jailani. Menurut garis keturunan ini, ia termasuk cucu
Nabi Muhammad Saw. Beliau lahir pada tahun 470 H/ 1077 M, dan wafat di Baghdad
tahun 561 H/ 1166 M.
Abdul Qodir Al Jailani lahir dan dididik dalam lingkungan
keluarga sufi. Sejak kecil beliau telah tampak berbeda dari anak-anak lainnya.
Ia tidak suka bermain bersama anak-anak lain. sejak usia dini, ia terus
mematangkan kekuatan batin yang dimiliki. Ia mulai belajar mengaji sejak usia
sepuluh tahun.
Pada usia delapan belas tahun, ia pergi ke Baghdad untuk
menuntut ilmu tentang fiqh madzhab Hambali dari Abu Sa’d Mubarak al Mukharrimi.
Mulai tahun 521 H/ 1127 M, Abdul Qodir
Al Jailani mengajar dan berfatwa dalam madzhab tersebut kepada masyarakat luas
sampai akhir hidupnya. Untuk itu, ia juga mendapat restu dari seorang sufi
besar, Yusuf al-Hamadani. Pada 528 H, didirikan sebuah madrasah dan ribath di Baghdad untuk Abdul Qodir Al
Jailani. Tempat tersebut dijadikan sebagai tempat tinggal bersama keluarganya
sekaligus tempat mengajar murid-muridnya.
Abdul Qodir Al Jailani meninggalkan beberapa karya tulis
yang berisikan ajaran agama, terutama tasawuf. Karyanya itu antara lain Al-Gunya li Thalibi Tariwil Haq (Bekal
yang Cukup bagi Pencari jalan yang Benar) yang terbit di Kairo pada tahun 1288;
Al-Fathur Rabbani (Pembuka
Ketuhanan); atau Sittin Majalis (Enam
Puluh Majelis), yang berisikan 62 khotbah yang disampaikannya antara tahun
1150-1152 M, terbit di Kairo pada 1302. Selain itu ada juga Futuh al-Gaib (Terbukanya Hal-Hal
Ghoib), yang berisikan 78 khotbah.
Abdul Qodir Al Jailani adalah seorang tokoh yang keras
berpegang teguh pada kebenaran dan prinsip perjuangannya. Ia tidak segan –
segan member nasihat kepada penguasa, bahkan kepada khalifah. Beliau menyeru
kepada murid-muridnya untuk bekerja keras dalam kehidupan. Tarekat tidak
berarti membelakangi kehidupan. Ia berkata, “Sembahlah olehmu Allah Azza wa Jalla. Mintalah pertolongan agar
diberikan kerja yang halal untuk memperkuat ibadah kepada-Nya.”
Abu Hasan an-Nadwi, seorang ahli sejarah, mengatakan sebagai
berikut, “Abdul Qodir Al Jailani telah menyaksikan sesuatu yang telah menimpa
umat Islam pada masanya. Mereka hidup terpecah belah dan saling bermusuhan.
Cinta dunia telah mendominasi mereka. Manusia sudah berpaling pada materi,
jabatan, dan kekuasaan. Abdul Qodir Al Jailani hidup di tengah – tengah mereka
dan menghadapinya dengan memberikan nasihat, bimbingan, dakwah dan pendidikan
untuk memperbaiki jiwa kaum muslimin dan membersihkannya.”
No comments:
Post a Comment